Bencana Beri Pelajaran Berharga Pentingnya PRB
Indonesia telah mengalami berbagai bentuk bencana alam, yang menjadi ancaman keamanan nasional terbesar. Namun sejak tragedi tsunami di Aceh, pemerintah menjadikan upaya mereduksi risiko bencana sebagai prioritas nasional. Berdasarkan indeks risiko bencana (Indonesia Disaster Risk Index/IDRI) maka terdapat 396 daerah yang berada di wilayah berisiko tinggi terkena bencana alam dari 494 daerah.
Dalam pidatonya, saat membuka secara resmi Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Resiko Bencana ke-5 (5th Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction/5th AMCDRR), di Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta, Selasa (23/10), Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan betapa pentingnya memperkuat kapasitas daerah dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB).
Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia memberikan pelajaran berharga akan pentingnya PRB, sebab banyak kejadian bencana yang menurunkan hasil pembangunan.
Presiden menyebutkan ada 6 (enam) hal yang dapat memperkuat kapasitas lokal dalam Pengurangan Resiko Bencana di tanah air.
Hal pertama adalah dengan meningkatkan ketahanan lokal terhadap bencana. “Indonesia telah melakukannya dengan program Kampung Siaga di pedesaan daratan dan Desa Pesisir Tangguh di pedesaan wilayah pesisir,” kata Presiden.
Hal kedua, Presiden menyebut akan pentingnya partisipasi berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung PRB.
Hal ketiga, Presiden mengatakan perlunya membangun kapasitas sumber daya manusia dan teknologi di tingkat lokal untuk mewujudkan kesiapsiagaan bencana. “Kita perlu melibatkan pengetahuan lokal yang terbukti efektif di masa lalu, untuk mendukung langkah antisipasi bencana dan mitigasi dampaknya,” kata Presiden.
Komunitas lokal memiliki beragam metode untuk menangani bencana. Metode mereka bisa lebih efektif lagi bila diintegrasikan dengan langkah-langkah terkini dan best practices pada manajemen bencana, kata Presiden.
Hal keempat, Presiden menyebutkan pembiayaan adalah faktor penting untuk mencapai kesuksesan PRB. “Pendanaan menjadi isu penting dalam hal ini. Pendanaan yang baik di tingkat lokal penting untuk menyasar target yang tepat,” sebut Presiden.
Hal kelima, Presiden menjelaskan bahwa perlunya koherensi kapasitas lokal dan nasional.
Hal keenam, Presiden menekankan pentingnya integrasi PRB pada bencana skala kecil dengan adaptasi perubahan iklim.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Syamsul Maarif mengatakan, salah satu kunci kesuksesan upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah kerjasama antar stakeholder. Saat ini kerjasama dengan dunia usaha masih sulit dilakukan. “Dunia usaha, saat ini belum banyak yang mau kita bawa PRB,” kata Syamsul.
Menurut Syamsul, paradigma dunia usaha saat ini masih berupa pemberian bantuan pasca terjadinya bencana. Padahal, dalam PRB, yang diupayakan adalah antisipasi bencana dan perubahan iklim.
Pengalaman saya, untuk dunia usaha belum banyak yang mau untuk kita bawa ke PRB (DRR-red). PRB itu kan persoalan sebelum, artinya pengurangan risiko bencana. Nah, ini belum banyak. Misalnya, kita ajak latihan itu belum banyak. Saya ngga mau sebutkan, nanti nggak enak. Alasannya, ya, mungkin iklan, ujarnya.
Syamsul berharap, kalau ingin member bantuan itu yang bentul-betul ingin membantu, atau istilahnya yang empatinya tampak. Padahal sekarang, paradigma kita adalah paradigma perubahan iklim dan paradigma pengurangan risiko bencana.
Jadi, sekaligus dalam kesempatan ini saya meminta kepada dunia usaha untuk menunjukkan empatinya. Dunia usaha harus menyadari bahwa pihaknya adalah bagian dari stakeholder yang berperan dalam PRB. “Banyak sekali usaha-usaha yang merusak lingkungan, jadi, mestinya dia harus bertanggung jawab untuk pengurangan risiko, pinta Syamsul.
Syamsul mengingatkan bahwa kerjasama multipihak menentukan kesuksesan PRB. Daerah dengan sumber daya yang terbatas tidak dapat melakukan upaya PRB sendirian.
Selain soal kerjasama, juga pentingnya integrasi pengurangan risiko bencana, adaptasi, perubahan iklim dan tata kelola pendanaan yang baik dalam program PRB.
Sekarang ini bagaimana semua stakeholder menjadi jadi satu terkait dengan penanggulangan bencana. Misalnya saja sekarang ada Kementerian Lingkungan Hidup, ada Kementerian Kehutanan ada Kementerian atau Badan tentang penanggulangan bencana. Masing-masing punya anggaran sendiri-sendiri.
Tetapi, kalau dilihat di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), prioritas untuk lingkungan dan kebencanaan alam itu sudah dijadikan satu prioritas nomor 9 dari 14, kata Syamsul.
Tanggapan-tanggapan pasca pidato Presiden RI dalam pembukaan (5th AMCDRR)
Mencermati apa yang disampaikan oleh Presiden SBY pada pembukaan Konferensi Tingkat Menteri untuk Pengurangan Risiko Bencana yang ke V di Yogyakarta, Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) menyatakan beberapa hal yakni Planas PRB mendukung pernyataan Presiden terhadap penguatan forum stakeholder sampai tingkat daerah dalam rangka meningkatkan ketahanan bangsa dalam menghadapi bencana dan dampak akibat perubahan iklim.
Dalam rangka membangun ketahanan bersama bagi komunitas, kami mendorong kepada setiap pihak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, bukan lingkungan yang merusak atau menjadi rusak di masa datang, seperti kebijakan yang adil dan berpihak kepada komunitas, kata Ketua Planas PRB Indonesia Avianto Muhtadi.
Secara khusus, Planas PRB mengajak semua stakeholder mencermati kegiatan pembangunan agar berpotensi berkelanjutan dan tentu tidak merusak lingkungan dan juga berkelanjutan kehidupan bangsa.
Arifin Purwakananta Wakil Ketua Planas yang juga salah satu Direktur di Dompet Dhuafa menyebut pentingnya pendanaan dan berhati-hati menggunakan dana-dana yang memang berhubungan dengan utang
Ada dua poin dari saya yakni pertama kami mensupport dan mendukung pernyataan Bapak Presiden SBY yang mengatakan bahwa gagasan tentang pengurangan risiko bencana (PRB) dan Adaptasi Perubahan Iklim (API) untuk dimasukkan ke dalam ranah pembangunan di Indonesia dan itu menurut kami benar dan kita harus mensupport hal itu untuk kedepan membuat Indonesia lebih baik dalam hal penanganan bencana dan adaptasi perubahan iklim, sehingga kedepan daslam hal kebencanaan kita semua tidak responsive juga tidak sekedar hanya kegiatan rutinitas bahkan menjadi semacam pesta kebencanaan, namun kita dalam semua segi pembangunan Indonesia sudah memasukkan matra disaster risk reduction dan matra adaptasi perubahan iklim, dan kami mendukung itu.
Yang kedua, kami hanya mengingatkan bahwa apa yang tadi dikatakan bahwa penanganan begitu penting dalam hal pengurangan risiko bencana dan menejemen bencana. Kami ingin mengingatkan bahwa ketika dana menjadi hal yang disisihkan, maka kami lebih mendorong upaya kiat semua untuk meningkatkan pendanaan baik dana pemerintah maupun dana public serta dana korporasi terhadap penanganan bencana.
Kami berharap semua komponen yang menggunakan pendanaan ketika melakukan aktivitas pengurangan risiko bencana atau penanggulangan bencana maka semua harus lebih mengedepankan akuntabiliti, transparansi mengenai dana, dan kami juga ingin mengingatkan agar upaya-upaya kita yang menggunakan dana hutang untuk penanggulangan bencana maupun pengurangan risiko bencana untuk kita lebih maknai, lebih hati-hati, agar tidak berkembang menjadi bencana berikutnya, karena menangani bencana melalui dana hutang harus dimaknai dengan lebih dalam, dengan lebih hati-hati agar kita tidak terjebak ke dalam bencana berikutnya
Romo Budi dari Karina mengatakan, perlu penguatan komunitas termasuk paradigma masyarakat di sana, sehingga paling tidak bukan hanya ngomong dana. Bahwa kalau kita memperkuat local community paradigm yang pertama adalah komunitas itu sendiri.
Investasi utama untuk pengurangan risiko bencana yang berkelanjutan adalah komunitas dan ini yang hendaklah kita sadari bersama bahwa merekalah focus kita, mereka yang merencanakan, mereka yang melakukan dan mereka yang mengevaluasi secara seorang dukun bayi yang melahirkan potensi-potensi mereka, bukan mengambil alih tanggung jawab terhadap pengurangan risiko bencana di tingkat komunitas. Oleh karenanya, kami sangat senang presiden memberikan penghargaan kepada local wisdom, cara-cara lokal yang ingin digabungkan dengan pendekatan-pendekatan modern.
Tapi, jangan lupa bahwa yang pertama dan utama adalah komunitas itu sendiri, karena kalau kita pergi, merekalah yang akan melanjutkannya dan ini yang menjamin bagi kelanjutannya.
Maka, dengan apa yang disampaikan Bapak presiden ini, hendaklah kita juga berpikir kembali bagi mereka yang memperalat komunitas bagi kepentingan-kepentingan lainnya di luar pengurangan risiko bencana hendaklah dihentikan, sehingga komunitas ini menjadi bos kita, menjadi orang yang sungguh-sungguh mempunyai kekuatan.
Kalau ini semua dihilangkan komunitas nanti akan diobyekkan dan akhirnya pembangunan dibuat, namun kelanjutannya tidak ada. Jadi, sekali dibangun, selesai. Tetapi kalau komunitas itu dikuatkan, komunitas itu menjadi aktor utama dan saya percaya, keberlanjutan sungguh-sungguh bisa dijamin.
Dati Fatimah, Direktur Aksara Yogyakarta mengatakan pentingnya gender, sesuai kampanye Hari Pengurangan Risiko Bencana yang selalu diperingati setiap tahun di Bulan Oktober pada tanggal 13
Ada dua poin yakni yang pertama adalah terkait dengan kelompok rentan yang perlu menjadi perhatian. Begitu juga tema Hari Pengurangan Risiko Bencana tahun ini adalah terkait dengan anak dan perempuan, karena kita belajar dari berbagai bencana bahwa mereka dihadapkan dengan kerentanan yang berlipat dalam bencana.
Harus ada langkah-langkah yang lebih serius, saya kira. Saya tidak mengatakan bahwa tidak ada langkah, berbagai kemajuan dalam regulasi sudah diakui, tentang pentingnya kelompok rentan.
Tetapi di tingkat lapangan ternyata perubahannya belumlah cukup untuk memastikan bahwa mereka menjadi bagian inti dari upaya PRB. Dan ini perlu menjadi perhatian bukan hanya satu atau dua kementerian saja, tetapi menjadi perhatian dari berbagai organisasi, institusi, pemerintah, non juga pemerintah.
Kemudian yang kedua, terkait dengan kelembagaan BNPB, saya kira Indonesia bisa diakui dengan berbagai kemajuan terkait dengan keberadaan lembaga-lembaga penanganan bencana baik di tingkat nasional BNPB, dan BPBD di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota.
Bahkan di tingkat provinsi semua sudah memiliki, ini merupakan kemajuan yang luar biasa, tetapi, pertanyaan lebih lanjut adalah kita perlu memastikan bahwa adanya kelembagaan itu berimplikasi kepada penanganan, koordinasi bencana dan juga proses pengarusutamaan PRB dalam pembangunan itu menjadi lebih serius dan lebih bisa diukur.
Saya kira, kita perlu menggaris bawahi bahwa diperlukan langkah-langkah yang lebih riil dan itu lebih bisa diukur sehingga keberadaan lembaga yang sudah kita lihat ini bisa sangat berarti bagi perlindungan masyarakat, termasuk juga kelompok rentan dalam bencana.
Pada kesempatan itu, Ketua Planas PRB Avianto Muhtadi Munir membacakan 6 (enam) butir rekomendasi Planas PRB yakni :
Kami mendukung pernyataan Presiden SBY dalam penguatan forum stakeholder, multi stakeholder sampai tingkat daerah yang intinya adalah meningkatkan ketahanan bangsa dalam menghadapi bencana dan dampak dari perubahan iklim.
Dalam rangka pembangunan ketahanan tersebut bagi komunitas, kami mendorong kepada setiap pihak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, tidak yang merusak seperti kebijakan yang adil dan berpihak kepada komunitas. Secara khusus kita semua mencermati kegiatan pembangunan berkelanjutan, berpotensi merusak lingkungan dan berpotensi tidak berkelanjutan apabila sumber daya lingkungan itu diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
Kami mendukung pernyataan tentang pentingnya memperkuat aksi-aksi kolaborasi dan solidaritas antara kelompok cross sector. Perguruan tinggi, lembaga institusi, NGO, kelompok profesi untuk terlibat dalam perempuan dan anak sehingga kegiatan kerjasama tingkat nasional, bilateral, multilateral bisa didorong ke arah tersebut sehingga mempunyai suatu potensi.
Kami mencermati pernyataan mengenai pentingnya pendanaan. Menurut kami, pernyataan ini harus ditanggapi secara hati-hati dan juga harus mengingat pengalaman di lapangan ini yang sebelumnya kami menemukan bahwa eksistensi dana on call atau dana kedaruratan memiliki banyak pengaruh terhadap kinerja kedaruratan. Karena dana penanggulangan bencana haruslah dipergunakan dalam bingkai tranparansi dan akuntabilitasi baik terhadap pengguna maupun penerima manfaat. Penggunaana dana bantuan hutang luar negeri untuk penanganan bencana harus dicermati dengan bijaksana sehingga tidak menimbulkan bencana baru ataupun dampak pada bencana social yang lain.
Untuk membangun ketahanan komunitas terhadap bencana, kami merekomendasikan agar terjadi konsep percepatan dan kegiatan khusus untuk merubah paradigm para bupati dan walikota secara berjenjang. Sebagai kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintah dalam kegiatan pengurangan risiko bencana.
Kami merekomendasikan untuk semua pihak melakukan kelembagaan kegiatan pengurangan risiko bencana dimulai dari perencanaan bencana dan analisa risiko, penelitian dan pengembangan, peningkatan kesadaran, kesiapsiagaan dan gladi dimulai dari komunitas sampai ke tingkat tertinggi sehingga ada inisiatif yang berkembang oleh kegiatan pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas, kampung siaga bencana dan desa menjadi tahu serta sebutan lainnya maknanya sejajar.
Avianto menambahkan, dirinya melihat bahwa ana-anak di tengah kerentanannya juga memiliki kemampuan dan potensi yang diandalkan.
Anak-anak biasanya memiliki daya adaptasi yang sangat baik dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak hanya itu, anak-anak juga jauh lebih cepat mempelajari sesuatu dan menyerapnya. Dalam kondisi normal, perlu memastikan bahwa anak-anak memiliki kesempatan untuk mengenali dan memetakan ancaman.
Sementara itu, Kanjeng Ratu Hemas dalam Pre-Conference Children Participation on Disaster Risk Rudiction, salah satu kegiatan yang diinisiasi oleh Plan International menyebutkan anak-anak merupakan salah satu kelompok rentan. Untu itu, penting membekali anak-anak dengan informasi dan pengetahuan yang cukup serta kemampuan untuk mengolah informasi dan menggunakannya.
Untuk itulah menjadi penting untuk melibatkan mereka dalam upaya pengurangan risiko bencana. Anak jangan dijadikan objek, mereka butuh di dengar dan dihargai pendapatnya. Sebaliknya anak diberikan ruang dan kesempatan untuk berkreasi dan berekspresi. Kewajiban orang dewasa untuk melindungi dan menjaga mereka dari segala bentuk ancaman, kata Kanjeng Ratu.
Frey Jhon, utusan pemuda dari Universitas Nasional, Jakarta dalam pertemuan sejumlah anak muda Korea, Jepang dan Indonesia yang mengusung tema “Pentingnya Peran Pemuda Dalam Pengurangan Risiko Bencana” menguatirkan perhelatan 5th AMCDRR seringkali dibarengi dengan pengembangan sebuah program besar dan seringkali untuk mempercepat program tersebut berjalan, hutang menjadi salah satu pilihan.
Senada Frey, Andre Sofyan yang juga delegasi anak muda dari Indonesia menyoroti, tidak hanya hutang. Namun, pentingnya mengajak anak muda di pedesaan dan di wilayah miskin perkotaan untuk terlibat aktif dalam upaya-upaya mengurangi risiko bencana.
Mudah-mudahan semua rekomendasi yang dihasilkan dalam AMCDRR ini yang sudah menelan biaya yang cukup besar dapat dinikmati oleh masyarakat luas, kata Andre.
Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction ke-5 (5th AMCDRR), yang berlangsung 22 - 25 Oktober 2012 di Yogyakarta, Indonesia, telah menelurkan Deklarasi Yogyakarta dalam Pengurangan Risiko Bencana di Asia Pasifik 2012.
Ada tujuh butir utama yang dirangkum dalam Deklarasi Yogyakarta, yakni, Pertama, mengintegrasikan upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim dalam program pembangunan nasional. Kedua, melakukan kajian terhadap risiko finansial di tingkat lokal. Ketiga, menguatkan tata kelola risiko dan kemitraan di tingkat lokal.
Selanjutnya keempat, membangun ketangguhan masyarakat. Kelima, mengidentifikasi hal-hal yang akan dicapai pasca Hyogo Framework for Action (HFA) 2015. Keenam, mengurangi fator-faktor yang menjadi akar dari risiko bencana. Dan ketujuh, mengimplementasikan isu-isu lintas sektoral dalam HFA.
Kegiatan yang didukung United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) itu resmi ditutup oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, Kamis (25/10). “Negara-negara peserta konferensi menyadari bahwa pengurangan risiko bencana adalah tanggung jawab kita semua. Di sisi lain, pihak-pihak yang bekerja untuk pengurangan risiko bencana membutuhkan dukungan semua pihak untuk menerapkan hasil dari konferensi ke-5 AMCDRR ini,” kata Syamsul.
Deklarasi Yogyakarta yang telah disusun merupakan bagian dari rangkaian pencapaian bersama dari apa yang telah dihasilkan sebelumnya, seperti roadmap dan rencana aksi pengurangan risiko bencana. “Pencapaian tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan praktik-praktik yang lebih nyata dan kontribusi menuju kerangka kerja PRB pasca 2015 dan agenda pembangunan,” jelas Syamsul.
Hal yang menjadi pertimbangan dalam deklarasi tersebut bahwa negara-negara di kawasan Asia Pasifik menyadari meningkatnya jumlah kejadian bencana dan perubahan iklim dalam dua tahun terakhir yang sangat signifikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar