Jumat, 20 Desember 2013

Bencana Longsor Des 2013

Bencana  Longsor  Des 2013

Setelah diguyur hujan deras selama 2 hari akhirnya Kabupaten Kebumen dan Purworejo mengalami banjir dan longsor.

Laporan pertama kejadian dimulai dari desa Kaligending dukuh Siregol T 04/ RW 02, tanah longsir telah menghantam 1 rumah warga yang sedang terlelap. Keluarga P Slamet  yang menghuni rumah tersebut bersama istri dan 6 anaknya sedang terlelap, mendadak tebing disisi kiri rumahnya longsor. Korban yang meninggal sebanyak 4 orang yaitu: Ny Rusmiyati (45 th) yang merupakan istri P Slamet,  Lastri (26 th) anak sulung, Sofa (5 th)anak ke lima, Pamungkas (8 bl).
Longsor Kebumen di Desa Kaligending 20 Desember 2013
 ternyata longsor tidak hanya di desa kaligending tetapi beberapa desa.

Longsor Kebumen di Desa Argopeni Kec Ayah Desember 2013

Longsor Kebumen Desa Tlogosari Desember 2013
Di Desa Tlogosari RT 03 RW 1_0113 seorang pemuda jatuh ketika Pohon kelapa yang sedang dipanjatnya ambruk karena tanah tempat akar melekat menjadi lembek akibat hujan.

Longsor Kebumen Desa Wonokromo Des 2013
Demikian beberapa longsor di Kebumen akibat hujan deras yang melanda.

Rabu, 27 November 2013

Kebumen Banjir 1010 mengungsi



Kebumen Banjir 1010 mengungsi

Kabupaten Kebumen terdiri dari 26 kecamatan 460 desa/kelurahan dengan letak geografis bagian utara dan bagian barat merupakan daerah pegunungan (dataran tinggi) bagian tengah merupakan daerah cekungan dan daerah selatan merupakan daerah pesisisr. Ketika musim hujan turun  maka yang terjadi adalah adanya tanah longsor maupun banjir yang mengakibatkan bencana bagi masyarakat di Kabupaten Kebumen. banyak rumah longsor dan juga rumah-rumah yang terendam banjir. Disisi lain juga mengakibatkan kerugian dalam bidang pertanian yaitu terjadinya gagal panen baik petanian tanaman keras karena tanah longsor maupun tanaman padi, kedelai dan kacang hijau yang tidak dapat dinikmati oleh masyarakat karena kondisi tersebut.

Pada tanggal 26 Nopember 2013 Kebumen dilanda banjir genangan yang cukup parah dikarenakan hujan yang sangat lebat sejak tanggal 25 Nopember, dan jebolnya beberapa tanggul sungai kemit, Sungai Kedungbener, Sungai Ketek. Kecamatan Adimulyo dan Puring merupakan kecamatan yang paling parah mengalami banjir. Ada 6 desa di KecamatanAdimulyo yang tergenang yaitu desa  Sugihwaras, Tegalsari, Sidomukti, Bonjok, Kemujan, Adiluhur dan ada 3 desa di Kecamatan Puring yang tergenang yaitu: Sidobunder, Madurejo, Sidodadi

Begitu mendapatkan laporan dari BMKG Semarang, bahwa akan ada hujan lebat berhari-hari maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang di Pimpin oleh dr.Budi Satrio, Mkes., langsung bergerak cepat berkordinasi dengan pengamat sungai dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak agar melaporkan tiap menit ketinggian air sungai, dan memerintahkan Camat dan Kades untuk mengumumkan kepada warga bersiap-siap mengungsi karena ketinggian air meningkat cepat. 
Kepala Pelaksana BPBD dr. Budi Satrio, Mkes segera melaporkan kepada Sekretaris Daerah Adi Pandoyo, SH., Msi selaku Kepala exoficio BPBD. Sekretaris Daerah segera melanjutkan lapor kepada Bupati Kebumen Bupati Buyar Winarso,SE dan mengadakan rapat kordinasi seluruh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pagi itu juga. Pada rapat kordinasi tersebut Bupati menunjuk Kepala Pelaksana BPBD untuk menjadi incident commander/Komandan kejadian dan menugaskan melakukan tindakan penyelamatan, pemberian kebutuhan pokok dan merencanakan rehabilitasi prasarana dan sarana publik yang rusak karena banjir.  Kalak BPBD segera mengaktifkan 6 kluster banjir untuk bergerak.


Karena ketinggian banjir sampai 2 meter maka warga secara spontan mengungsi ke tempat pengungsian sementara (TPS) di Pasar Blekatuk,  SMP Negeri  I Adimulyo dan Kantor Kecamatan Adimulyo, yang dirasa aman. Banjir naik dengan cepat saat anak-anak mendapatkan pelajaran disekolah sehingga banyak anak2 yang panik dan ada yang langsung pulang ke rumah. Beruntung siswa anggota Palang Merah remaja (PMR)  SMP Negeri I Adimulyo sudah terlatih sehingga dengan dipimpin oleh Ibu guru pelatih PMR, siswa-siswa PMR tetap tenang, dan bahkan membantu menyelamatkan warga.

Semua Kluster segera bergerak ke tempat kejadian perkara (TKP).  Enam kuster yang ada adalah:

  1. Kluster Manajemen dan kordinasi
  2. Kluster Pencarian Penyelamatan dan Evakuasi
  3. Kluster Pengungsian dan dapur umum
  4. Kluster Kesehatan dan Psikososial
  5. Kluster Keamanan
  6. Kluster Pemulihan Darurat

Kluster Manajemen dan kordinasi  segera melakukan rapid assement/ kajian cepat, dan memutuskan bahwa tempat pengungsian akhir di Balai desa dan lapangan desa Meles Kec Adimulyo, dan menilai  3 TPS yang ada sudah tidak aman lagi sehingga semua pengungsi harus dievakuasi ke TPA.  Kluster ini juga mengkordinir kluster lain dalam pendirikan tenda, meetakan kebutuhan pengungsi dan berfungsi juga sebagai humas.



 
Kluster PPE segera memobilisasi alat-alat pencarian, untuk melaksanakan penyelamatan dan evakuasi, Penanganan korban sesuai kondisi yang dialami, mengevakuasi hewan ternak dan peliharaan. Team SAR berhasil menyelamatkan 8 warga yang terjebak ditengah banjir, dengan perahu karet. Kluster PPE juga sangat aktif melaporkan ke kluster manajemen dan kordinasi tentang jumlah korban yang berhasil ditemukan.


Kluster Pengungsian dan dapur umum, juga dengan sigap mendirikan Barak Pengungsian, lengkap dengan dapur umum, melakukan pendistribusian peralatan tidur, dan penerangan. Dalam waktu yang sangat cepat (sebelum siang hari), kluster pengungsian dan Dapur Umum sudah dapat membagikan snack dan pada siang hari berhasil membagikan makan siang dengan menu yang baik yaitu nasi bungkus dengan lauk telur goreng, sayur buncis, dan mie. Untuk minum pengungsi kluster ini dilengkapi dengan alat penjernih air yang langsung siap diminum, dan mendirikan toilet umum menggunakan mobile toilet.



Kluster Kesehatan dan Psikososial mendirikan Posko Pelayanan Kesehatan sebanyak  2 unit di kecamatan dan 3 unit di pengungsian termasuk rumah sakit lapangan  (total 5 unit). Posko ini bertugas melaksanakan pertolongan pertama, menangani luka-luka dan melaksanakan rujukan ke RSU Daerah Kebumen dan ke RSU PKU Gombong.  Kluster Kesehatan dan psikososial bekerjasama dengan relawan yg sudah terlatih Trauma healing juga melakukan pengamanan pengungsi yg mengalami gangguan psikosis karena trauma bencana, dan terapi kejiwaan pada pengungsi yg mengalami depresi.



Klaster keamanan segera Mendirikan Posko Keamanan di pintu masuk lapangan desa Meles, mengingat tugas pokok dan fungsinya menjaga keamanan lingkungan dan aset warga. Di posko tersebut kluster Keamanan  melayani penitipan barang berharga milik pengungsi. Petugas juga melakukan patroli baik di tempat pengungsian maupun di lokasi banjir untuk mengurangi resiko penjarahan dan pencurian aset yang ditinggalkan pengungsi.



Kluster Pemulihan Darurat cukup kewalahan dangan adanya tanggul yang Jebol di 6 titik yang meliputi Kali Kemit, Kali Salak, Kali Abang, Kali Karanganyar, Kali Ketek, Kali Turus, dan Kali Banda.  Tanpa kehilangan moment yang berharga segera dibuat tanggul darurat di 6 titik tanggul yang jebol tersebut dengan Sandbag dan urugan tanah dengan karung  yang ditata dan di padatkan. 

Pemasangan Jembatan Darurat juga dilakukan dengan menggunakan jembatan Belly karena jembatan di desa Sugiwaras putus. Kluster ini juga membantu di pengungsian untuk membersihkan sampah.
Pada sore hari didapatkan data, jumlah pengungsi 1010 orang, warga yang terisolir dan harus divakuasi dg perahu sebanyak 8 orang, luka patah tulang sebanyak 9 orang, ibu hamil yang dirujuk 1 orang karena hendak melahirkan di lokasi, pingsan 10 orang, trauma psikologis 30 orang.

Demikian skenario gladi yang dilaksanakan oleh BPBD pada tanggal 26 Nopember 2013. Acara  dihadiri oleh Kepala Pelaksana BPBD Propoinsi Jawa Tengah yang sekaligus mewakili Gubernur Jawa Tengah, Bupati Kebumen beserta Muspida, Sekretaris Daerah beserta seluruh kepala SKPD dan Camat di kabupaten Kebumen, dan Kepala Pelaksana BPBD kab/kota di Jawa Tengah.
Acara dilanjutkan dengan evaluasi, dan hasil evaluasi sbb:

  1. Semua pengamat menyatakan secara aklamasi Gladi Banjir di Kebumen berhasil, dan berjalan dengan baik, sehingga sebagai tontonan sangat menghibur undangan, sebagai sarana berlatih masyarakat dan pelaksana bisa mempraktekkan dan sebagai uji renkon bisa berjalan bersama.
  2. Pengamat menyayangkan mengapa Bupati kehilangan moment menarik masuknya relawan karena beliau memeriksa urinoar lapangan, sehingga pada kesempatan gladi yang akan datang Bupati dipersilahkan untuk tetap ditempat sampai moment penting terljadi.
  3. Direkomendasikan agar masing-masing tenda memasang Papan petunjuk/ pengenal sehingga membantu pengungsi dan undangan menikmati tontonan.
  4. Pemasangan tenda berjalan sangat baik, rata-rata terpasang kurang dari 10 menit.
  5. System komunikasi yang sangat vital dalam acara untuk dipersiapkan dengan baik secara bersama antara ORARI dan RAPI, sehingga kejadian terputusnya komunikasi tidak terjadi lagi.
  6. Pemantauan di lapangan dengan telematika, video dan audio untuk bisa lebih disempurnakan, bahkan direkomendasikan menjadi alat pemantau bencana yg tetap, bukan hanya untuk gladi.
  7. Agar komunikasi dengan tempat pengungsian sementara disempurnakan lagi sehingga tidak terjadi lagi keterlambatan masuknya hewan peliharaan, ke TPA
  8. Secara aklamasi man of the event pada Gladi Banjir Kabupaten Kebumen 2013 adalah mas Totok dari Bidang I BPBD Kebumen, yang paling berhasil menghidupkan acara dengan narasinya.
  9. The best cluster pada Gladi Banjir Kabupaten Kebumen 2013, menurut versi pengamat adalah PPE.



Demikian acara Gladi Banjir Kabupaten Kebumen 2013,dengan segala kelebihan dan kekurangannya, semoga menjadi pelajaran bersama.

Kamis, 07 November 2013

Formalisasi Rencana Kontinjensi Banjir



Formalisasi Rencana Kontinjensi Banjir


Bupati Kebumen Bpk. Buyar Winarso, SE memberi sambutan selamat datang dalam acara Formalisasi Renkon Banjir Kabupaten Kebumen 2013 di Pendopo Rumah DInas Bupati

Kabid Logistik BPBD Prop Jawa Tengah
Setelah melalui proses pelatihan, sekaligus penyusunan draft rencana kontinjensi (renkon) bencana banjir, maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kebumen berhasil melaksanakan Formalisasi.  
Formalisasi adalah suatu kegiatan penandatangan komitmen bersama, untuk menyepakati draft renkon menjadi produk bersama dan dijadikan pedoman (Peraturan Bupati)  jika terjadi bencana.  Pelaksanaan formalisasi menjadi hal penting karena tidak banyak kabupaten maupun propinsi yang bisa melaksanakan kegiatan formalisasi.  Kendala yang dihadapi mengapa formalisasi renkon tidak dilaksanakan adalah menghadirkan top manajer/ top leader dalam satu waktu.  

Foto Bersama PAsca Penandatangan formalisasi Renkon Banjir Kab Kebumen 2013

Prosesi Penanda tanganan Renkon banjir Kab Kebumen th 2013

Keberhasilan Kab Kebumen melaksanakan formalisasi renkon menunjukkan bahwa kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat dalam penanggulangan bencana telah terjalin baik. Hadir dalam acara tersebut: Anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Bupati,  Komandan Kodim 0709, Kepala Kepolisian Resort, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Pengadilan Negeri),   Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Direktur RSU PKU Muhammadiyah Gombong, Ketua Relawan Bencana (SAR Elang Perkasa, SAR Walet Perkasa, Tagana, PMI), dan Sektor Swasta (pengusaha).
Dalam diskusi saat pemaparan oleh Kapala BPBD Kebumen ada beberapa masukan:
1.       Komadan Kodim mengusulkan agar setelah formalisasi dan dilanjutkan legalisasi segera diikuti penyusunan SOP bagi masing-masing pelaku.
2.       Komandan kodim 0709 juga mengingatkan bahwa setiap kejadian, Bupati berhak menunjuk IC (incident Commander).
3.       Dari Camat Puring agar ada kegiatan Mitigasi struktural di sepanjang sungai yang sudah rawan
4.       Kepala Nakertransos mengusulkan penggantian ketua klaster, tetapi karena pemilihan ketua kluster merupakan proses yang demokratis sebelumnya, sehingga tidak dapat  dipenuhi.

Langkah selanjutnya setelah formalisasi adalah legalisasi, yaitu menjadikan draft renkon menjadi peraturan bupati, dan kemudian dilakukan uji sistem di lapangan dalam bentuk gladi lapangan yang rencana akan dilaksanakan di Kecamatan Adimulyo yang merupakan daerah rawan banjir.   

Minggu, 13 Oktober 2013

Best practise

SIASATI BENCANA DENGAN KEBERSAMAAN 
Pnpm Pisew adalah salah satu Program Nasional Pemberdayaaan Masyarakat yang fokusnya adalah menyiapkan pembangunan infrastruktur guna menunjang kegiatan social ekonomi masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan serta pemeliharaannya berdasarkan potensi wilayah dalam rangka mengurangi angka kemiskinan, mengurangi kesenjangan antar wilayah, penguatan kelembagaan baik di desa, kecamatan, kabupaten dstnya. 
Dari proses perencanaan partisipasi masyarakat aktif dalam melakukan identifikasi masalahnya serta mencari solusi apa yang perlu diambil untuk menjawab permasalahan tsb berdasarkan potensi wilayahnya dalam wadah Kelompok Diskusi Sektor (KDS) , sehingga usulan-usulan kegiatan benar-benar bermanfaat yang difasilitasi oleh fasilitator desa maupun fasilitator kecamatan, yang pada akhirnya dari proses perencanaan ini menghasilkan dokumen Renstra Kecamatan maupun program investasinya (PIK) dan DED / RAB untuk paket kegiatan. 
Pada tahapan pelaksanaan fisik melalui mekanisme penilaian dan seleksi Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) yang akan ditunjuk sebagai pelaksana , dengan mengacu kepada 3 aspek yang dinilai, yakni: Aspek Managerial, Aspek Teknis serta Financial maka ditetapkanlah LKD � LKD pemenang dan didukung oleh Rekomendasi Camat sebagai salah satu bentuk jaminan kepada LKD pemenang bahwa LKD tersebut sanggup dan mampu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan segala resiko yang mungkin akan terjadi. 
Sebagai salahsatu LKD pemenang seleksi untuk mengerjakan paket kegiatan pisew tahun 2012 maka saya Sirajuddin sebagai ketua LKD Kelompok Tani Paraita, yang berlokasi di Dusun Lempobura, Desa Randomayang Kecamatan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utara dipercayakan untuk mengerjakan Paket Pembuatan 2 Unit Plat Deuker ukuran 6 x 1,4 M dengan Kontrak SP3 No. 005/76/05/040/ PISEWW- J / 2012 dengan Nilai Kontrak RP. 29.680.000,- (Duapuluh Sembilan Juta Enamratus Delapanpuluh Ribu Rupiah) yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kabupaten Mamuju Utara sebagai pihak I dengan saya sebagai pihak II sebagai salah satu bentuk ikatan kontrak dan tanggungjawab kami untuk menyelesaikan paket pekerjaan tsb. Sesuai dengan hasil sosialisasi baik ditingkat kecamatan maupun desa yang dilakukan oleh konsultan pendamping kecamatan, kabupaten serta satker bahwasanya LKD adalah wadah yang diberikan amanah untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut tetapi yang bekerja adalah pengurus LKD bersama dengan masyarakat yang berada disekitar lokasi tersebut. Sehingga sebelum memulai pekerjaan kami bersama �sama fasilitator desa dan konsultan pendamping (FK) melakukan rapat dengan sebagian besar masyarakat untuk membahas tentang paket pekerjaan mulai dari penyiapan tenaga kerja ,material dllnya sehingga didapatkan kesepakatan bahwa tenaga kerja adalah berasal dalam desa kami demikian pula dengan bahannya adalah menggunakan material local berupa batu kali, pasir dll. 
Dalam perjalanannya ketika pekerjaan kami telah mencapai kemajuan pekerjaan � 90 % sesuai hasil penilaian tenaga teknis lapangan yang mana 1 unit telah selesai sementara yang satu unit lagi kondisinya tinggal pekerjaan timbunan Oprit serta pemasangan Leningnya tiba-tiba terjadi bencana berupa banjir datang dan menabrak badan pondasinya yang pada saat itu belum ditimbun sehingga mengakibatkan badan pondasi serta plat yang sudah dicor rusak kejadian ini terjadi pada tanggal 13 Juli 2012 jam 18.00. Sebagai rasa tanggung jawab kami sebagai ketua dalam menyelesaikan permasalahan ini, bukan berarti melepaskan tanggungjawab dengan alasan bencana banjir tetapi bagaimana mewujudkan kedua plat deuker tersebut sesuai dengan DED / RAB yang tertuang dalam SP3. Dengan bantuan fasilitasi dari TTL besama Pokja dan Fasilitator Desa kami mencoba untuk melakukan diskusi/ musyawarah bersama masyarakat yang pada akhirnya disepakati bahwa dengan sisa dana yang ada serta swadaya masyarakat berupa tenaga kerja dan material akhirnya plat deuker tersebut dapat terbangun kembali, perlu diketahui pula bahwa posisi plat deuker ini berada pada jalan poros yang menghubungkan antara desa Wulai dan Desa Randomayang sebagai Ibukota Kecamatan. Dengan selesainya kedua plat deuker ini maka khususnya masyarakat Desa wulai telah memanfaatkan karena jalan ini dan penunjangnya merupakan satu-satunya akses yang digunakan apabila terjadi hujan dan banjir. Sehingga dengan demikian masyarakat merasa puas dan senang. 
Demikianlah tulisan ini mudah-mudahan bisa memberikan motivasi kepada kita semua untuk membangun desa kita dan takkalah pentingnya adalah dengan kebersamaan kita akan mampu menyelesaikan permasalahan demi kepentingan kita semua �� Amin LKD Kelompok Tani Paraita SIRAJUDDDIN Ketua
Download File Artikel di sini Download File Bestpractice di sini

Best practise

Bencana Beri Pelajaran Berharga Pentingnya PRB

Indonesia telah mengalami berbagai bentuk bencana alam, yang menjadi ancaman keamanan nasional terbesar. Namun sejak tragedi tsunami di Aceh, pemerintah menjadikan upaya mereduksi risiko bencana sebagai prioritas nasional. Berdasarkan indeks risiko bencana (Indonesia Disaster Risk Index/IDRI) maka terdapat 396 daerah yang berada di wilayah berisiko tinggi terkena bencana alam dari 494 daerah.
Dalam pidatonya, saat membuka secara resmi Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Resiko Bencana ke-5 (5th Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction/5th AMCDRR), di Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta, Selasa (23/10), Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan betapa pentingnya memperkuat kapasitas daerah  dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB).
Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia memberikan pelajaran berharga akan pentingnya PRB, sebab banyak kejadian bencana yang menurunkan hasil pembangunan.
Presiden menyebutkan ada 6 (enam) hal yang dapat memperkuat kapasitas lokal dalam Pengurangan Resiko Bencana di tanah air.
Hal pertama adalah dengan meningkatkan ketahanan lokal terhadap bencana. “Indonesia telah melakukannya dengan program Kampung Siaga di pedesaan daratan dan Desa Pesisir Tangguh di pedesaan wilayah pesisir,” kata Presiden.
Hal kedua, Presiden menyebut akan pentingnya partisipasi berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung PRB.
Hal ketiga, Presiden mengatakan perlunya membangun kapasitas sumber daya manusia dan teknologi di tingkat lokal untuk mewujudkan kesiapsiagaan bencana. “Kita perlu melibatkan pengetahuan lokal yang terbukti efektif di masa lalu, untuk mendukung langkah antisipasi bencana dan mitigasi dampaknya,” kata Presiden.
Komunitas lokal memiliki beragam metode untuk menangani bencana. Metode mereka bisa lebih efektif lagi bila diintegrasikan dengan langkah-langkah terkini dan best practices pada manajemen bencana, kata Presiden.
Hal keempat, Presiden menyebutkan pembiayaan adalah faktor penting untuk mencapai kesuksesan PRB. “Pendanaan menjadi isu penting dalam hal ini. Pendanaan yang baik di tingkat lokal penting untuk menyasar target yang tepat,” sebut Presiden. 
Hal kelima, Presiden menjelaskan bahwa perlunya koherensi kapasitas lokal dan nasional. 
Hal keenam, Presiden menekankan pentingnya integrasi PRB pada bencana skala kecil dengan adaptasi perubahan iklim.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Syamsul Maarif mengatakan, salah satu kunci kesuksesan upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah kerjasama antar stakeholder. Saat ini kerjasama dengan dunia usaha masih sulit dilakukan. “Dunia usaha, saat ini belum banyak yang mau kita bawa PRB,” kata Syamsul.
Menurut Syamsul, paradigma dunia usaha saat ini masih berupa pemberian bantuan pasca terjadinya bencana. Padahal, dalam PRB, yang diupayakan adalah antisipasi bencana dan perubahan iklim.
Pengalaman saya, untuk dunia usaha belum banyak yang mau untuk kita bawa ke PRB (DRR-red). PRB itu kan persoalan sebelum, artinya pengurangan risiko bencana. Nah, ini belum banyak. Misalnya, kita ajak latihan itu belum banyak. Saya ngga mau sebutkan, nanti nggak enak. Alasannya, ya, mungkin iklan, ujarnya.
Syamsul berharap, kalau ingin member bantuan itu yang bentul-betul ingin membantu, atau istilahnya yang empatinya tampak. Padahal sekarang, paradigma kita adalah paradigma perubahan iklim dan paradigma pengurangan risiko bencana.
Jadi, sekaligus dalam kesempatan ini saya meminta kepada dunia usaha untuk menunjukkan empatinya. Dunia usaha harus menyadari bahwa pihaknya adalah bagian dari stakeholder yang berperan dalam PRB. “Banyak sekali usaha-usaha yang merusak lingkungan, jadi, mestinya dia harus bertanggung jawab untuk pengurangan risiko, pinta Syamsul.
Syamsul mengingatkan bahwa kerjasama multipihak menentukan kesuksesan PRB. Daerah dengan sumber daya yang terbatas tidak dapat melakukan upaya PRB sendirian.
Selain soal kerjasama, juga pentingnya integrasi pengurangan risiko bencana, adaptasi, perubahan iklim dan tata kelola pendanaan yang baik dalam program PRB.
Sekarang ini bagaimana semua stakeholder menjadi jadi satu terkait dengan penanggulangan bencana. Misalnya saja sekarang ada Kementerian Lingkungan Hidup, ada Kementerian Kehutanan ada Kementerian atau Badan tentang penanggulangan bencana. Masing-masing punya anggaran sendiri-sendiri.
Tetapi, kalau dilihat di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), prioritas untuk lingkungan dan kebencanaan alam itu sudah dijadikan satu prioritas nomor 9 dari 14, kata Syamsul.

Tanggapan-tanggapan pasca pidato Presiden RI dalam pembukaan (5th AMCDRR)
Mencermati apa yang disampaikan oleh Presiden SBY pada pembukaan Konferensi Tingkat Menteri untuk Pengurangan Risiko Bencana yang ke V di Yogyakarta, Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) menyatakan beberapa hal yakni Planas PRB mendukung pernyataan Presiden terhadap penguatan forum stakeholder sampai tingkat daerah dalam rangka meningkatkan ketahanan bangsa dalam menghadapi bencana dan dampak akibat perubahan iklim.
Dalam rangka membangun ketahanan bersama bagi komunitas, kami mendorong kepada setiap pihak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, bukan lingkungan yang merusak atau menjadi rusak di masa datang, seperti kebijakan yang adil dan berpihak kepada komunitas, kata Ketua Planas PRB Indonesia Avianto Muhtadi.
Secara khusus, Planas PRB mengajak semua stakeholder mencermati kegiatan pembangunan agar berpotensi berkelanjutan dan tentu tidak merusak lingkungan dan juga berkelanjutan kehidupan bangsa.
Arifin Purwakananta Wakil Ketua Planas yang juga salah satu Direktur di Dompet Dhuafa menyebut pentingnya pendanaan dan berhati-hati menggunakan dana-dana yang memang berhubungan dengan utang
Ada dua poin dari saya yakni pertama kami mensupport dan mendukung pernyataan Bapak Presiden SBY yang mengatakan bahwa gagasan tentang pengurangan risiko bencana (PRB) dan Adaptasi Perubahan Iklim (API) untuk dimasukkan ke dalam ranah pembangunan di Indonesia dan itu menurut kami benar dan kita harus mensupport hal itu untuk kedepan membuat Indonesia lebih baik dalam hal penanganan bencana dan adaptasi perubahan iklim, sehingga kedepan daslam hal kebencanaan kita semua tidak responsive juga tidak sekedar hanya kegiatan rutinitas bahkan menjadi semacam pesta kebencanaan, namun kita dalam semua segi pembangunan Indonesia sudah memasukkan matra disaster risk reduction dan matra adaptasi perubahan iklim, dan kami mendukung itu.
Yang kedua, kami hanya mengingatkan bahwa apa yang tadi dikatakan bahwa penanganan begitu penting dalam hal pengurangan risiko bencana dan menejemen bencana. Kami ingin mengingatkan bahwa ketika dana menjadi hal yang disisihkan, maka kami lebih mendorong upaya kiat semua untuk meningkatkan pendanaan baik dana pemerintah maupun dana public serta dana korporasi terhadap penanganan bencana.
Kami berharap semua komponen yang menggunakan pendanaan ketika melakukan aktivitas pengurangan risiko bencana atau penanggulangan bencana maka semua harus lebih mengedepankan akuntabiliti, transparansi mengenai dana, dan kami juga ingin mengingatkan agar upaya-upaya kita yang menggunakan dana hutang untuk penanggulangan bencana maupun pengurangan risiko bencana untuk kita lebih maknai, lebih hati-hati, agar tidak berkembang menjadi bencana berikutnya, karena menangani bencana melalui dana hutang harus dimaknai dengan lebih dalam, dengan lebih hati-hati agar kita tidak terjebak ke dalam bencana berikutnya
Romo Budi dari Karina mengatakan, perlu penguatan komunitas termasuk paradigma masyarakat di sana, sehingga paling tidak bukan hanya ngomong dana. Bahwa kalau kita memperkuat local community paradigm yang pertama adalah komunitas itu sendiri.
Investasi utama untuk pengurangan risiko bencana yang berkelanjutan adalah komunitas dan ini yang hendaklah kita sadari bersama bahwa merekalah focus kita, mereka yang merencanakan, mereka yang melakukan dan mereka yang mengevaluasi secara seorang dukun bayi yang melahirkan potensi-potensi mereka, bukan mengambil alih tanggung jawab terhadap pengurangan risiko bencana di tingkat komunitas. Oleh karenanya, kami sangat senang presiden memberikan penghargaan kepada local wisdom, cara-cara lokal yang ingin digabungkan dengan pendekatan-pendekatan modern.
Tapi, jangan lupa bahwa yang pertama dan utama adalah komunitas itu sendiri, karena kalau kita pergi, merekalah yang akan melanjutkannya dan ini yang menjamin bagi kelanjutannya.
Maka, dengan apa yang disampaikan Bapak presiden ini, hendaklah kita juga berpikir kembali bagi mereka yang memperalat komunitas bagi kepentingan-kepentingan lainnya di luar pengurangan risiko bencana hendaklah dihentikan, sehingga komunitas ini menjadi bos kita, menjadi orang yang sungguh-sungguh mempunyai kekuatan.
Kalau ini semua dihilangkan komunitas nanti akan diobyekkan dan akhirnya pembangunan dibuat, namun kelanjutannya tidak ada. Jadi, sekali dibangun, selesai. Tetapi kalau komunitas itu dikuatkan, komunitas itu menjadi aktor utama dan saya percaya, keberlanjutan sungguh-sungguh bisa dijamin.
Dati Fatimah, Direktur Aksara Yogyakarta mengatakan pentingnya gender, sesuai kampanye Hari Pengurangan Risiko Bencana yang selalu diperingati setiap tahun di Bulan Oktober pada tanggal 13
Ada dua poin yakni yang pertama adalah terkait dengan kelompok rentan yang perlu menjadi perhatian. Begitu juga tema Hari Pengurangan Risiko Bencana tahun ini adalah terkait dengan anak dan perempuan, karena kita belajar dari berbagai bencana bahwa mereka dihadapkan dengan kerentanan yang berlipat dalam bencana.
Harus ada langkah-langkah yang lebih serius, saya kira. Saya tidak mengatakan bahwa tidak ada langkah, berbagai kemajuan dalam regulasi sudah diakui, tentang pentingnya kelompok rentan.
Tetapi di tingkat lapangan ternyata perubahannya belumlah cukup untuk memastikan bahwa mereka menjadi bagian inti dari upaya PRB. Dan ini perlu menjadi perhatian bukan hanya satu atau dua kementerian saja, tetapi menjadi perhatian dari berbagai organisasi, institusi, pemerintah, non juga pemerintah.
Kemudian yang kedua, terkait dengan kelembagaan BNPB, saya kira Indonesia bisa diakui dengan berbagai kemajuan terkait dengan keberadaan lembaga-lembaga penanganan bencana baik di tingkat nasional BNPB, dan BPBD di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota.
Bahkan di tingkat provinsi semua sudah memiliki, ini merupakan kemajuan yang luar biasa, tetapi, pertanyaan lebih lanjut adalah kita perlu memastikan bahwa adanya kelembagaan itu berimplikasi kepada penanganan, koordinasi bencana dan juga proses pengarusutamaan PRB dalam pembangunan itu menjadi lebih serius dan lebih bisa diukur.
Saya kira, kita perlu menggaris bawahi bahwa diperlukan langkah-langkah yang lebih riil dan itu lebih bisa diukur sehingga keberadaan lembaga yang sudah kita lihat ini bisa sangat berarti bagi perlindungan masyarakat, termasuk juga kelompok rentan dalam bencana.
Pada kesempatan itu, Ketua Planas PRB Avianto Muhtadi Munir membacakan 6 (enam) butir rekomendasi Planas PRB yakni :
Kami mendukung pernyataan Presiden SBY dalam penguatan forum stakeholder, multi stakeholder sampai tingkat daerah yang intinya adalah meningkatkan ketahanan bangsa dalam menghadapi bencana dan dampak dari perubahan iklim.
Dalam rangka pembangunan ketahanan tersebut bagi komunitas, kami mendorong kepada setiap pihak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, tidak yang merusak seperti kebijakan yang adil dan berpihak kepada komunitas. Secara khusus kita semua mencermati kegiatan pembangunan berkelanjutan, berpotensi merusak lingkungan dan berpotensi tidak berkelanjutan apabila sumber daya lingkungan itu diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
Kami mendukung pernyataan tentang pentingnya memperkuat aksi-aksi kolaborasi dan solidaritas antara kelompok cross sector. Perguruan tinggi, lembaga institusi, NGO, kelompok profesi untuk terlibat dalam perempuan dan anak sehingga kegiatan kerjasama tingkat nasional, bilateral, multilateral bisa didorong ke arah tersebut sehingga mempunyai suatu potensi.
Kami mencermati pernyataan mengenai pentingnya pendanaan. Menurut kami, pernyataan ini harus ditanggapi secara hati-hati dan juga harus mengingat pengalaman di lapangan ini yang sebelumnya kami menemukan bahwa eksistensi dana on call atau dana kedaruratan memiliki banyak pengaruh terhadap kinerja kedaruratan. Karena dana penanggulangan bencana haruslah dipergunakan dalam bingkai tranparansi dan akuntabilitasi baik terhadap pengguna maupun penerima manfaat. Penggunaana dana bantuan hutang luar negeri untuk penanganan bencana harus dicermati dengan bijaksana sehingga tidak menimbulkan bencana baru ataupun dampak pada bencana social yang lain.
Untuk membangun ketahanan komunitas terhadap bencana, kami merekomendasikan agar terjadi konsep percepatan dan kegiatan khusus untuk merubah paradigm para bupati dan walikota secara berjenjang. Sebagai kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintah dalam kegiatan pengurangan risiko bencana.
Kami merekomendasikan untuk semua pihak melakukan kelembagaan kegiatan pengurangan risiko bencana dimulai dari perencanaan bencana dan analisa risiko, penelitian dan pengembangan, peningkatan kesadaran, kesiapsiagaan dan gladi dimulai dari komunitas sampai ke tingkat tertinggi sehingga ada inisiatif yang berkembang oleh kegiatan pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas, kampung siaga bencana dan desa menjadi tahu serta sebutan lainnya maknanya sejajar.
Avianto menambahkan, dirinya melihat bahwa ana-anak di tengah kerentanannya juga memiliki kemampuan dan potensi yang diandalkan.
Anak-anak biasanya memiliki daya adaptasi yang sangat baik dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak hanya itu, anak-anak juga jauh lebih cepat mempelajari sesuatu dan menyerapnya. Dalam kondisi normal, perlu memastikan bahwa anak-anak memiliki kesempatan untuk mengenali dan memetakan ancaman.
Sementara itu, Kanjeng Ratu Hemas dalam Pre-Conference Children Participation on Disaster Risk Rudiction, salah satu kegiatan yang diinisiasi oleh Plan International menyebutkan anak-anak merupakan salah satu kelompok rentan. Untu itu, penting membekali anak-anak dengan informasi dan pengetahuan yang cukup serta kemampuan untuk mengolah informasi dan menggunakannya.
Untuk itulah menjadi penting untuk melibatkan mereka dalam upaya pengurangan risiko bencana. Anak jangan dijadikan objek, mereka butuh di dengar dan dihargai pendapatnya. Sebaliknya anak diberikan ruang dan kesempatan untuk berkreasi dan berekspresi. Kewajiban orang dewasa untuk melindungi dan menjaga mereka dari segala bentuk ancaman, kata Kanjeng Ratu.
Frey Jhon, utusan pemuda dari Universitas Nasional, Jakarta dalam pertemuan sejumlah anak muda Korea, Jepang dan Indonesia yang mengusung tema “Pentingnya Peran Pemuda Dalam Pengurangan Risiko Bencana” menguatirkan perhelatan 5th AMCDRR seringkali dibarengi dengan pengembangan sebuah program besar dan seringkali untuk mempercepat program tersebut berjalan, hutang menjadi salah satu pilihan.
Senada Frey, Andre Sofyan yang juga delegasi anak muda dari Indonesia menyoroti, tidak hanya hutang. Namun, pentingnya mengajak anak muda di pedesaan dan di wilayah miskin perkotaan untuk terlibat aktif dalam upaya-upaya mengurangi risiko bencana.
Mudah-mudahan semua rekomendasi yang dihasilkan dalam AMCDRR ini yang sudah menelan biaya yang cukup besar dapat dinikmati oleh masyarakat luas, kata Andre.
Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction ke-5 (5th AMCDRR), yang berlangsung 22 - 25 Oktober 2012 di Yogyakarta, Indonesia, telah menelurkan Deklarasi Yogyakarta dalam Pengurangan Risiko Bencana di Asia Pasifik 2012.
Ada tujuh butir utama yang dirangkum dalam Deklarasi Yogyakarta, yakni, Pertama, mengintegrasikan upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim dalam program pembangunan nasional. Kedua, melakukan kajian terhadap risiko finansial di tingkat lokal. Ketiga, menguatkan tata kelola risiko dan kemitraan di tingkat lokal.
Selanjutnya keempat, membangun ketangguhan masyarakat. Kelima, mengidentifikasi hal-hal yang akan dicapai pasca Hyogo Framework for Action (HFA) 2015. Keenam, mengurangi fator-faktor yang menjadi akar dari risiko bencana. Dan ketujuh, mengimplementasikan isu-isu lintas sektoral dalam HFA.
Kegiatan yang didukung United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) itu resmi ditutup oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, Kamis (25/10). “Negara-negara peserta konferensi menyadari bahwa pengurangan risiko bencana adalah tanggung jawab kita semua. Di sisi lain, pihak-pihak yang bekerja untuk pengurangan risiko bencana membutuhkan dukungan semua pihak untuk menerapkan hasil dari konferensi ke-5 AMCDRR ini,” kata Syamsul.
Deklarasi Yogyakarta yang telah disusun merupakan bagian dari rangkaian pencapaian bersama dari apa yang telah dihasilkan sebelumnya, seperti roadmap dan rencana aksi pengurangan risiko bencana. “Pencapaian tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan praktik-praktik yang lebih nyata dan kontribusi menuju kerangka kerja PRB pasca 2015 dan agenda pembangunan,” jelas Syamsul.
Hal yang menjadi pertimbangan dalam deklarasi tersebut bahwa negara-negara di kawasan Asia Pasifik menyadari meningkatnya jumlah kejadian bencana dan perubahan iklim dalam dua tahun terakhir yang sangat signifikan.